Laman

Minggu, 22 Februari 2015

Perbatasan Wilayah Indonesia dan Permasalahannya





Perbatasan Wilayah Indonesia
dan Permasalahannya
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer dan memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini. Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil.
Sebelah utara Indonesia berbatasan dengan Malaysia yang berupa daratan di Pulau Kalimantan, tepatnya di Kalimantan Barat dan Timur. Selain batas darat, juga berbatasan laut dengan negara Singapura, Malaysia, Filipina. Di sebelah timur, berbatasan darat dan laut dengan Papua Nugini di Pulau Irian Jaya. Sebelah selatan berbatasan darat dengan Timor Leste di Nusa Tenggara Timur dan berbatasan laut dengan Australia di Samudra Hindia. Di sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia.
Masalah perbatasan wilayah Indonesia bukan lagi menjadi hal baru saat ini. Sejak Indonesia menjadi negara yang berdaulat, perbatasan sudah menjadi masalah yang bahkan belum menemukan titik terang sampai saat ini. Permasalahan yang paling sering muncul adalah sengketa perbatasan dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dengan wilayah darat maupun wilayah laut Indonesia. Selain itu, masalah kesejahteraan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah perbatasan juga perlu diperhatikan.
Daerah perbatasan merupakan pintu masuk suatu negara, oleh sebab itu diperlukan perhatian lebih. Pembangunan dan juga fasilitas seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, informasi dan sebagainya harus memadai. Masyarakat di daerah perbatasan harus lebih diperhatikan kebutuhannya, sehingga mereka tidak terisolir dari dunia luar.
Untuk menandai wilayah kedaulatan sebuah negara, juga dibutuhkan tanda batas yang jelas dan permanen. Tanpa tanda yang jelas, akan timbul permasalahan terutama dengan negara tetangga yang berbatasan langsung, baik batas darat maupun laut. Akan muncul kebingungan baik dari masyarakat dari negera kita dan negera tetangga. Hal ini memungkinkan terjadinya konflik antara kedua negara. Konflik tersebut bisa diselesaikan dengan jalan diplomasi. Namun bila tidak ditemukan pemecahan masalah yang tepat, bukan tidak mungkin akan menyebabkan timbulnya perang terbuka yang pasti tidak diharapkan oleh kedua belah pihak.
Namun, kenyataan di lapangan tidaklah sesuai dengan yang seharusnya. Berbagai masalah timbul karena kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap daerah perbatasan. Daerah perbatasan seolah dianaktirikan. Kita ambil contoh daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Pulau Kalimantan. Banyak permasalah yang timbul di daerah perbatasan antara negara kita dengan negara tetangga kita yang sering disebut saudara serumpun tersebut.
Salah satu masalah yang sangat membutuhkan penyelesaian adalah masalah kesehatan. Seperti yang terjadi di Entikong, salah satu kecamatan di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Kebersihan dan fasilitas kesehatan di daerah tersebut kurang memadai sehingga banyak menimbulkan berbagai macam penyakit yang menyebabkan kualitas sumber daya manusia rendah. Apalagi banyak tenaga medis yang enggan ditugaskan untuk mengabdi di daerah-daerah perbatasan yang terpencil itu. Hal ini disebabkan sulitnya medan yang ditembuh, transportasi yang terbatas, dan jarak tempuh yang jauh.
Untuk menanggulanginya memang bukan perkara mudah, diperlukan kerja keras dan waktu yang tidak sebentar. Perlu membangun kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dengan penyuluhan tentang sanitasi. Membangun sarana sanitasi yang memadai juga harus dilakukan. Sarana kesehatan yang baik perlu dibangun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Membangun kepercayaan masyrakat terhadap tenaga medis juga perlu, karena selama ini mereka hanya mengandalkan pengobatan tradisonal untuk mengobati penyakit yang mereka derita.
Pendidikan di daerah perbatasan ini juga terbilang rendah karena kurang terfasilitasi. Ditambah lagi, kurangnya kesadaran masyarakat akan pendidikan sebagai bekal untuk masa depan. Mereka masih beranggapan lebih baik bekerja untuk menghidupi kebutuhan sekarang daripada sekolah untuk memenuhi kebutuhan di masa mendatang.
Keadaan ekonomi yang memaksa mereka mengubur dalam-dalam impian anak-anak di daerah perbatasan untuk menimba ilmu di bangku sekolah. Kemiskinan yang menjadi potret kehidupan mereka membuat mereka berada dalam dilema, apakah akan bekerja untuk mencukupi kebutuhan atau sekolah untuk mencari ilmu demi masa depan. Kebanyakan dari mereka akan mengorbankan cita-cita dan masa depan mereka demi meraup rupiah untuk makan sehari-hari. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan, apalagi di era global sekarang yang menuntut manusia untuk selalu berinovasi agar tidak tertinggal karena perkembangan teknologi yang semakin pesat.
Kondisi ini diperparah dengan kurangnya fasilitas pendidikan di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat tersebut. Jumlah sekolah yang ada tidak mampu menampung seluruh anak usia sekolah. Sulitnya mengakses sekolah di daerah tersebut juga menjadi penghambat untuk menuntut ilmu. Mereka harus menyeberabgi sungai untuk dapat tiba di sekolah. Butuh waktu lama dan tenaga ekstra karena harus melewati medan yang sulit dan jauh.
Selain itu, tenaga pengajar juga terbatas karena tidak banyak yang mau mengabdika diri sebagau guru di daerah terpencil dengan akses yang sulit dan gaji yang kurang memadai. Pernah ada liputan mengenai sosok guru yang harus mengarungi sungai untuk mengambil gajinya di kota kecamatan. Namun biaya yang harus ia keluarkan untuk mengambil gajinya tersebut sangat besar, sama dengan nominal gaji yang ia terima. Sehingga guru tersebut memutuskan untuk mengambil gajinya beberapa bulan sekali karena sulit dan mahalnya medan yang harus ditempuh.
Karena itu, pemerintah harus lebih memperhatikan pendidikan di daerah pelosok di perbatasan tersebut. Bukan tidak mungkin nasionalisme masyarakat setempat luntur karena pemerintah Indonesia kurang memperhatikan kebutuhan mereka, sementara negara tetangga justru memberikan bantuan kepada mereka. Perlu membangun kesadaran masyarakat akan pendidikan untuk investasi masa depan. Hidup bukan hanya untuk hari ini saja tapi juga di hari-hari mendatang, sehingga perlu pendidikan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pemerintah perlu mencanangkan sekolah gratis bagi masyarakat kurang mampu, menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai, dan tenaga pengajar yang berkualitas.
Transportasi juga menjadi masalah yang perlu dipecahkan segera. Akses jalan dengan medan yang sulit dan jauh dari jangkauan merupakan masalah yang belum juga diselesaikan. Seperti yang terjadi di Dusun Camar Wulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Jalan menuju daerah tersebut sulit dan perlu waktu lama. Butuh waktu 6 jam lebih perjalanan darat dari Pontianak, ditambah harus menyeberangi sungai dan naik feri yang jam operasinya terbatas menuju Teluk Kalong. Di Kecamatan Paloh, jalanan rusak parah dan jembatan untuk menyeberangi sungai-sungai kecil juga hampir roboh.
Dengan akses jalan seperti itu, tidak heran daerah perbatasan tersebut menjadi terisolir. Sulitnya medan yang harus ditempuh dan kurangnya fasilitas transportasi menyebabkan daerah tersebut seolah terputus dari dunia luar. Hal ini berbeda dengan akses dari negara tetangga yang lebih mudah, sehingga pengusaha merasa lebih mudah mendapatkan produk dari Malaysia daripada dari Indonesia. Selain itu, butuh waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih mahal.
Pemerintah sudah seharusnya lebih memperhatikan daerah perbatasannya jika tidak ingin wilayahnya diklaim oleh negara tetangga. Selama ini pemerintah bersikap tidak peduli terhadap daerah perbatasan, namun jika wilayahnya sudah diklaim oleh negara lain mereka baru sadar dan berusaha merebut kembali. Akses menuju daerah perbatasan perlu diperbaiki agar mudah dilalui. Fasilitas transportasi juga perlu diperhatikan agar tidak sulit dijangkau.
Informasi merupakan hal penting untuk menetahui apa yang sedang terjadi di dunia luar. Informasi dibutuhkan agar kita tidak menjadi bangsa yang tertinggal. Warga di daerah perbatasan yang terisolir, biasanya sulit mendapatkan informasi dari dunia luar. Di Desa Temajuk contohnya, sinyal operator seluler tidak mampu menjangkau daerah tersebut. Justru sinyal operator Malaysia yang menjangkaunya. Tidak berbeda dengan televisi. Hanya siaran dari Malaysia yang bisa ditangkap tanpa parabola.
Hal ini tentu sangat memprihatinkan, sehingga pemerintah harus berusaha meningkatkan sistem informasi agar masyarakat tidak terisolir dari dunia luar. Sistem informasi harus mampu menjangkau secara luas, terutama di daerah-daerah terpencil agar mereka tidak ketinggalan informasi dan mengtahui apa yang sedang terjadi di luar sana.
Selain itu, masalah penerangan juga perlu diperhatikan. Banyak daerah yang belum terjangkau listrik sehingga harus menggunakan genset sebagai satu-satunya alat untuk penerangan. Perlu digalakkan program listrik masuk desa, sehingga daerah-daerah terpencil dapat terjangkau listrik.
Selain masalah-masalah regional di atas, terdapat pula masalah nasional yang berpengaruh terhadap kedaulatan wilayah Republik Indonesia. Antara lain masalah penyelundupan, perdagangan manusia, dan tapal batas negara. Permasalahan-permasalahan tersebut perlu penanganan serius dan secepatnya dari berbagai pihak, terutama pemerintah pusat karena berkaitan dengan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penyelundupan di daerah perbatasan bukan lagi menjadi barang baru. Terdapat beberapa komoditi yang masuk ke wilayah Indonesia dari Malaysia atau sebaliknya yang dilakukan secara ilegal. Hal tersebut sudah menjadi rahasia umum yang diketahui banyak pihak, namun tidak ditindaklanjuti ke ranah hukum. Padahal terdapat berbagai peraturan dan perjanjian antara kedua negara mengenai perdagangan lintas negara.
Berdasarkan ketentuan tata niaga perdagangan wilayah perbatasan atau perjanjian perdagangan lintas batas Border Trade Agreement yang ditanda tangani pemerintah kedua negara 24 Agustus 1970, sebagai pelaksanaan dari Pemufakatan Lintas Batas Border Crossing Arrangement atau Overland Border Trade yang ditanda tangani di Jakarta, 26 Mei 1967. Dalam perjanjian tersebut diatur perdagangan lintas batas Indonesia Malaysia dapat dilakuan melalui darat dan laut. Khusus untuk perdagangan lintas daratan dapat dilakukan di daerah-daerah yang telah ditetapkan dalam Basic Arrangement On Border Crossing mencakup 5 Kabupaten di Kalbar yang 15 kecamatan dan 98 desanya memiliki kurang lebh 50 jalur setapak di 55 desa yang berhubungan darat langsung dengan 32 kampung di wilayah Serawak Malaysia Timur.
Contoh penyelundupan yang terjadi di daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia tersebut adalah penyelundupan gula impor dari Malaysia ke Indonesia. Penyelundupan dilakukan dengan memanfaatkan Perjanjian Perdagangan Lintas Batas Malaysia – Indonesia, yang mengatur setiap orang pelaku perdagangan lintas batas antara Kalimantan Barat dengan Malaysia Timur. Disebutkan bahwa penduduk yang bertempat tinggal di dalam lintas batas kedua negara diperbolehkan membeli barang-barang konsumsi dan peralatan perkakas yang dibutuhkan untuk keperluan perindustrian.
Dengan perjanjian tersebut, mereka membeli dan memasukkan gula impor yang dipasok oleh pergudangan gula di Pasar Tebedu Baru, sekitar 4 Km dari PPLB Tebedu Serawak Malaysia dan PPLB Entikong Kalimantan Barat Indonesia. Setelah itu penyelundup juga mempersiapkan setoran bagi masing-masing pihak di perbatasan. Setelah lolos dari pemeriksaan pos lintas batas, para pedagang yang membawa gula biasanya melakukan bongkar muat di pangkalan pergudangan pasar kecamatan Entikong dan pasar Balai Karangan kecamatan Sekayam.
Kokohnya tembok yang dibangun, sigapnya barisan petugas yang dipersenjatai dan rapatnya pagar besi perbatasan ternyata bukan menjadi jaminan untuk tidak terjadinya pelanggaran peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku di kawasan perbatasan Indonesia dan Malaysia. Kita berharap impor gula ilegal di perbatasan Indonesia – Malaysia tidak terus ditutup – tutupi. Serta mengenyampingkan kepentingan pribadi, kelompok tertentu, ego sektoral pada instansi Departemen tertentu dalam Institusi pemerintahan. Kita optimis berbagai persoalan di wilayah perbatasan, khususnya penangan gula ilegal dapat teratasi tanpa satu pihak pun yang dijadikan kambing hitam.
Selain masalah penyelundupan barang ilegal, perdagangan manusia berkedok pengiriman tenaga kerja merupakan masalah yang juga sudah berlangsung lama. Namun sampai saat ini belum bisa ditangani secara tuntas. Setiap tahun, angka perdagangan manusia justru mengalami peningkatan. Para TKI tidak hanya datang dari masyarakat setempat yang berpendidikan rendah, tetapi juga dari berbagai daerah terutama dari Pulau Jawa dan Nusa Tenggara.
Kondisi pendidikan masyarakat di daerah perbatasan yang terbilang rendah dimanfaat oleh oknum tak bertanggung jawab untuk merekrut tenaga kerja dan dipekerjakan secara ilegal di Malaysia. Hal tersebut dapat dicegah jika petugas imigrasi jeli dalam meneliti dokumen-dokumen dan tujuan seseorang melintasi perbatasan. Namun pada kenyataannya, petugas imigrasi mendapatkan sejumlah bayaran dari calo tenaga kerja yang memudahkan mereka melewati perbatasan.
Kondisi ini menyebabkan munculnya berbagai persoalan yang menimpa para TKI, dimulai dari penipuan, penempatan kerja yang tidak sesuai dengan perjanjian hingga menjadi korban kekerasan majikan. Hal ini jelas bertentangan dengan UU No, 39 tahun 2004 yang mengatur mengenai penempatan dan perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri. Maraknya pengiriman TKI ilegal ke negara malaysia, disamping adanya dorongan untuk memperoleh pekerjaan dengan upah yang tinggi, di sisi lain juga dipicu lemahnya koordinasi dari instansi terkait, terutama pada pos pemeriksaan di pintu perbatasan. Sehingga memudahkan agen maupun penyedia jasa pengiriman, membawa warga negara Indonesia bekerja ke negara tetangga tanpa melewati prosedur yang sah.
Menyikapi berbagai persoalan yang menimpa para TKI, pemerintah pusat segera mengeluarkan kebijakan, yakni membangun Pos Pelayanan terpadu di seluruh pintu perbatasan. Unit pelaksana teknis di bawah BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) ini, disamping dilengkapi fasilitas penunjang juga melibatkan unsur pemerintah daerah setempat. Namun sesungguhnya akar persoalannya bukanlah menyangkut penegakan supremasi hukum saja, tetapi juga terbukanya lapangan kerja dengan tingkat serapan pekerja di usia produktif dalam skala besar sehingga masyarakat tidak perlu bekerja sebaga TKI di negeri orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Persoalan lain yang tidak kalah penting adalah tapal batas negara yang sering menjadi masalah di antara kedua negara. Klaim Malaysia atas sebagian wilayah Indonesia di daerah perbatasan tidak bisa sepenuhnya disalahkan pada negara tetangga. Sebelum menuduh sepatutnya kita berkaca, sudahkah kita, khususnya pemerintah, memperhatikan daerah perbatasan yang merupakan pintu masuk tersebut?
Sebagian besar dari kita hanya akan memperhatikan daerah perbatasan jika negara tetangga mengklaimnya sebagai wilayah negara tetangga. Keadaan di kedua negara akan memanas dan saling tuduh pun tidak terelakkan. Pihak-pihak yang berwenang justru saling menyalahkan dan saling lempar tanggung jawab. Sementara itu, masyarakat di daerah perbatasan diliputi kebingungan karena keadaan tersebut.
Seharusnya kita merawat daerah perbatasan seperti kita merawat beranda rumah kita agar sedap dipandang mata. Yang terjadi justru sebaliknya. Daerah perbatasan seolah dianggap remeh, dan pemerintah lebih memperhatikan daerah dimana terdapat pusat pemerintahan. Pembangunan yang tidak merata tersebut menyebabkan kesenjangan sosial yang berdampak buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal ini bertolak belakang dengan daerah perbatasan di wilayah Malaysia. Daerah perbatasan Malaysia dirawat dengan baik dan diberi fasilitas yang memadai. Jadi jangan kaget bila masyarakat Indonesia di daerah perbatasan lebih memilih untuk melakukan kegiatan ekonomi, menimba ilmu, maupun bekerja di negeri jiran tersebut. Seharusnya pemerintah sadar diri dan mulai memperbaiki kondisi yang ada di perbatasan. Bukan hal mustahil jika suatu saat masyarakat akan lebih memilih menjadi bagian dari negara tetangga dibandingkan tetap menjadi bagian dari NKRI.
Oleh karena itu, ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI. Bukan hanya menjadi tugas pemerintah untuk mengatasi persoalan yang ada, tetapi sebagai warga negara yang baik kita juga wajib ikut andil dalam menjaga persatuan dan kesatuan negeri kita. Sudah saatnya kita berkaca dan berbenah agar hubungan baik yang telah lama terjalin dengan negara tetangga tidak rusak karena kurangnya kesadaran kita menjaga apa yang menjadi milik kita. Semoga di masa mendatang, persoalan-persoalan yang ada dapat diselesaikan tanpa ada pertumpahan darah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar